Google

Minggu, 21 Oktober 2007

Kompos Katalek

K O M M U S

KOMPOS BERBENTUK HUMUS

Kandungan Hara, Peran Mikroba dan

Aplikasinya Pada Tanaman

fff

Kompos mengandung nutrisi tanaman yang lebih rendah dibanding dengan pupuk mineral/kimia, tetapi kompos mempunyai kelebihan lain seperti mempunyai peran dalam memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik maupun mikrobiologis yang sangat berpengaru pada nutrisi tanaman.

Pengomposan adalah proses pengubahan bahan limbah organik secara konstan oleh aktivitas dari suatu suksesi berbagai jenis jasad renik, yang masing - masing memiliki kondisi tertentu dengan waktu yang relatif terbatas. Bahan berubah menjadi kompos yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah. Jadi kompos adalah produk hasil fermentasi bahan - bahan organik oleh sejumlah besar jasad renik dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil akhir berupa humus.

Faktor-faktor yang paling penting dalam pembuatan kompos adalah perbandingan karbon-nitrogen, ukuran partikel bahan, macam/jenis campuran bahan, kelembaban, aerasi, suhu, macam dan kemampuan jassad renik yang terlibat, penggunaan inokulan, penambahan bahan fosfat dan destruksi dari jasad renik patogen.

Ada dua aspek yang berhubungan dengan kesehatan dalam penggunaan limbah pertanian dan kotoran manusia. Pertama proses pengomposan akan menyebabkan hilangnya sumber penularan penyakit dan kedua akan meningkatkan nutrisi apabila kembali ke tanah sebagai penyedia humus.

Seperti diketahui kebutuhan lahan akan bahan organik terus meningkat sejalan dengan menurunnya kesuburan tanah, rusaknya sifat-sifat fisik tanah, rendahnya daya ikat air hujan dan menurunnya persediaan bahan organik dalam tanah. Lebih-lebih lagi adanya kenyataan bahwa penanaman pupuk hijau semakin langka dan semakin meningkatnya pemakaian pupuk buatan terutama lahan yang diusahakan secara intensif, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Selulosa adalah bahan organik alami yang jumlahnya kira-kira sepertiga dari seluruh bahan organik tumbuh-tumbuhan yang ada di dunia ini dan paling susah didegradasi. Bahan ini akan membentuk kira-kira 60 % dari seluruh bahan apabila di daur ulang. Kalau dibiarkan, bahan ini akan menimbulkan limbah dalam jumlah yang sangat besar. Untuk meningkatkan produktivitasnya perlu adanya usaha untuk mendaur ulang, salah satu caranya adalah dengan cara pengomposan

Sejumlah jasad renik mampu merombak selulosa. Diketahui bahwa ada lebih kurang 2.000 bakteri dan 50 jenis jamur yang terkait dengan proses pengomposan. Jamur mempunyai andil yang sangat penting dalam pemecahan selulosa dan dikelompokkan berdasarkan toleransinya terhadap suhu. Ada kelompok thermophilik ( 40oC ), mesophilik (20-400 C) dan ada juga yang termasuk dalam kelompok psychrophilik (di bawah 200C). Adanya jasad renik perombak selulosa berkaitan erat dengan keberadaan bahan selulosa di alam.

Dengan demikian jasad renik perombak selulosa merupakan salah satu faktor keseimbangan di alam dan mempunyai kontribusi dalam kelanjutan kehidupan di bumi ini.

Seperti diketahui penambahan inokulan pada pembuatan kompos adalah bagian dari usaha untuk mempercepat proses pengomposan, karena sesungguhnya pada bahan material pembentuk kompos sendiri sudah mengandung banyak jasad renik khususnya yang berperan dalam perombakan zat kimia lainnya.

Salah satu cara untuk mendapatkan kompos secara tepat adalah dengan menggunakan aktivator yang berupa bahan yang mengandung nitrogen atau fosfor atau juga berupa inokulan kapang unggul yang berperan memecah selulose dalam proses pembuatan kompos, agar waktu pembuatan kompos lebih diperpendek.

Proses pembuatan komposnya sendiri harus berpegang pada sistem kerja bersama beberapa mikroba yang mempunyai sifat-sifat fisiologis yang beragam dalam suatu tatanan tertentu.

Mengingat keadaan seperti tersebut di atas, maka kompos sebagai salah satu pupuk alam akan merupakan bahan substitusi yang penting terhadap pupuk kandang dan pupuk hijau. Ditambah pula bahwa bahan - bahan organik untuk pembuatan kompos di lahan pertanian/perkebunan yang berupa jerami padi, pohon jagung, rumput-rumput kering,serabut kelapa,limbah pabrik kelapa sawit, penggilingan padi, eceng gondok dsb, cukup berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan. Di samping limbah cair yang berasal dari kotoran ternak, pabrik tepung tapioka, pembuatan tahu, tempe dsb yang semestinya dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos umumnya masih terbuang percuma. Dengan demikian kompos diharapkan dapat diandalkan sebagai bahan penyubur di lahan pertanian maupun perkebunan atau dapat digunakan dalam usaha reklamasi lahan bekas galian tambang, atau penyubur di daerah rawa-rawa, peningkatan kadar pH di daerah lahan asam.

Seperti diketahui di daerah tropik kandungan bahan organik di dalam tanah diperkirakan hanya 1% saja. Di lahan yang ditanami, kandungan organik lahan tersebut makin lama makin berkurang karena terjadi biodegradasi secara terus menerus. Untuk mengatasinya paling tidak setahun sekali lahan tersebut perlu diberi tambahan bahan organik, seperti kompos.

Aktivitas mikrobiologis dalam tanah terjadi bukan saja oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang dalam kompos tetapi kehadirannya dapat menstimulir jasad renik yang telah ada dalam tanah. Pemberian kompos dapat menstimulir aktivitas amonifikasi, nitrifikasi, fiksasi nitrogen dan fosforilisasi, yang disebabkan oleh kerja berbagai jasad renik dalam tanah. Oleh karena itu pemberian kompos ke dalam tanah akan meningkatkan produktivitas lahan secara permanen. Dan apabila para petani di lahan kritis dapat membuat dan menggunakananya sebagai bahan suplemen pupuk anorganik diharapkan produktivitas lahan tersebut akan meningkat. Tentu saja penggunaan bahan limbah yang berlimpah sebagai bahan pembuatan kompos, akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik oleh para petani setempat yang harganya relatif mahal.

Kompos sebagai penyedia unsur hara utama nutrien tanah (NPK) dan sebagai penyedia mikronutrien yang mengalami degradasi apabila lahan tersebut digarap secara intensif dengan sasaran produktivitas tinggi. Kompos yang berbentuk koloidal dalam tanah dan bermuatan negatif dikoagulasikan oleh kation dan partikel tanah sehingga berbentuk granular. Oleh karena itu kompos dapat memperbaiki struktur, tekstur dan kelembutan tanah.

NUTRISI YANG TERKANDUNG DALAM KOMPOS

Nutrisi yang terkandung dalam kompos umumnya tertera dalam tabel 1. di bawah. Tergantung pada bahan dasarnya dan juga mikroba yang digunakan, kandungan nutrisi kompos bervariasi dan dapat ditingkatkan sesuai yang kita kehendaki.

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam kompos

No.

Jenis nutrisi

Kandungan (%)

1

Karbon (C)

19,0 - 40

2.

Nitrogen (N)

0,7 – 2,5

3.

Fosfor (P)

0,01 – 0,14

4.

Kalium (K)

0,39 – 1,35

5.

Magnesium (Mg)

0,04 – 0,21

6.

Kalsium (K)

0,13 – 1,32

7.

Air

10 – 15

8.

C/N

9,0 – 20,0

PENGGUNAAN KOMPOS

Penggunaaan kompos untuk pupuk tanaman banyaknya tergantung pada jenis tanman itu sendirI dan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Dengan menggunakan kompos yang kandungan nutrisinya seperti tertera di atas banyaknya kompos untuk setiap tanaman tertera pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Penggunaan kompos untuk beberapa tanaman.

Jenis tanaman

Ton/Ha

Jenis tanaman

Ton/Ha

Padi sawah

5

Kacang Tanah

4,5

Jagung

2,4

Kopi

1,6

Tebu

14,15

Kakao

1,0

Ubi kayu

24,2

Karet

0,65

Krotalaria

7,45

Agave

2,9

Kentang

4,1

Tembakau

25,2

Kelapa

3,05

Lada

6,45

Kelapa Sawit

7,5

Nanas

16,7

Kedelai

5,7

Jeruk

2,45

Teh

1,85

Pisang

5,1

Penggunaan kompos khusus yang kandungan nutrisinya sengaja dibuat untuk satu atau beberapa jenis tanaman sangat dianjurkan, karena jumlah kompos yang digunakan untuk tanaman tersebut relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kompos biasa. Seperti diketahui kompos terbentuk karena adanya reaksi degradasi bahan dasar oleh berbagai jenis mikroba dalam kondisi yang selalu berubah. pH dan suhu yang meningkat, dan oksigen yang semakin berkurang. Terjadi suksesi aktivitas kerja mikroba yang disebabkan oleh berubahnya pH, suhu dan oksigen. Terbentuknya kompos disebakan oleh berperannya berbagai jenis mikroba yang berperan pada setiap perubahan kondisi tersebut di atas. Oleh karena itu hasil beberapa penelitian memperlihatkan adanya mikroba unggul yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah dan dapat membentuk kompos dengan sempurna.

Diketahui juga ada beberapa jenis mikroba yang dapat memecah fosfor anorganik (dalam bentuk batuan) selama kompos berada dalam tanah, disamping mengandung beberapa mikroba yang dapat mengikat fosfor kalau berinteraksi dengan beberapa jenis tanaman tinggi tertentu. Kehadiran mikroba yang terdapat dalam kompos yang diberi bibit unggul juga dapat menghasilkan antibiotic dalam tanah, sehingga semakin lama tanah tersebut bebas dari sumber penyakit. Selain itu ada juga mikroba yang dapat mengikat N dari udara selama penyimpanan dan juga pada waktu berinteraksi dengan akar tumbuhan polongan apabila kompos berada dalam tanah. Dalam pelaksanaannya, karena pengomposan akan berlansung pada suhu yang akan mencapai 60-70 0C, beberapa mikroba ungul yang dapat mengiikat N dari udara tanpa bekerja sama dengan tumbuhan tersebut harus dimasukkan ke dalam kompos setelah proses pengomposan selesai. Mereka akan bekerja pasca proses pengomposan.

Cara Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Bibit Kompos

KATALEK

Bibit Kompos KALATEK merupakan bibit pembuatan kompos yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan mikrobanya dalam merombak bahan-bahan organik menjadi unsur hara yang berguna bagi tanah

Petunjuk Pembuatan Kompos :

Langkah 1 “persiapan bahan dan tempat pengerjaan”:

  • Kumpulkan terlebih dahulu bahan-bahan minimal 1 ton terdiri dari kotoran ternak dan sampah organik dengan perbandingan bahan 1 : 3 atau sebaliknya.
  • Sampah-sampah organik perlu dicacah terlebih dahulu sampai panjangnya 3 – 5 cm agar mempercepat proses pendegradasian bahan.
  • Memperkirakan volum tumpukan kompos: lebar : 1- 2 m, tinggi : 1-1,5 m panjang minimal 1 m, maksimalnya tergantung kebutuhan.
  • Membuat parit sekitar tempat yang akan menjadi lahan tumpukan, dan untuk mencegah air masuk ke dalam tumpukan kompos.



Text Box:     L   1 -2 m


Langkah 2 “tata laksana penumpukan bahan “ :

  • Perbandingan bahan organik dengan kotoran ternak adalah 1 : 3 (1 bagian bahan organik dan 3 bagian kotoran ternak : Cara A) atau sebaliknya (Cara B).
  • Tinggi tumpukan minimal adalah 1 m sampai 1,5 m dibagi menjadi 9 tumpukan, yang terdiri atas sampah organik, kotoran hewan dan bahan lain yang diperlukan serta bibit kompos KATALEK. Tinggi masing-masing lapisan berkisar antara 15 cm – 23 cm.



Text Box: 1 – 1,5m m


Langkah 3 “pembuatan lapisan”:

  • Bagian bahan organik yang telah dicacah ditumpuk dahulu pada areal penumpukan yang telah ditetapkan.
  • Setelah itu kotoran ditumpuk di atas bahan atau sampah organik yang telah ditumpuk.
  • Taburkan bibit kompos KATALEK 0,1 % dari berat tumpukan. Atau 1 ton bahan berbanding dengan 1 kg bibit kompos KATALEK.
  • Lapisan-lapisan tersebut dibuat sampai 9 lapisan.
  • Tumpukan tersebut ditutup dengan plastik hitam secara rapat sehingga tumpukan tidak terkena sinar matahari atau hujan.

Langkah 4 “Pembalikan dan Pemanenan”:

  • Pembalikan dilakukan 3 kali.
  • Rentang waktu pembalikan ialah selama 4 hari (Cara A) 7 hari (Cara B).
  • Panen dilakukan 4 hari (Cara A) atau 7 hari (Cara B) setelah 3 kali pembalikan.
  • Usahakan dilakukan pembalikan secara merata sehingga permukaan luar tumpukan ada di dalam dan sebaliknya tumpukan dalam menjadi permukaan luar tumpukan




Keterangan :

Bahan yang telah sampai pada waktunya perlu diuji, apakah bahan tersebut telah menjadi kompos atau belum.

Caranya adalah sebagai berikut:

1. Apabila kompos hasil panen pembalikan ke-4 masih mempunyai bau berarti kompos tersebut belum jadi.

2. Ambil sedikit kompos, celupkan ke dalam gelas/wadah yang berisi air jernih, lalu diaduk dan dibiarkan beberapa saat. Apabila air adukan kompos akhirnya berwarna jernih, berarti kompos sudah terbentuk dan apabila air tetap keruh, maka kompos tersebut belum terbentuk. Langkah selanjutnya, tumpukan dibalik dan disimpan lagi sampai kompos terbentuk

3. Warna kompos yang sudah jadi berwarna coklat kehitam-hitaman dan berbentuk seperti tanah/humus.

Diagram Produksi Kompos


Ringkasan Mengenai Pengomposan dan Kompos

  1. Pengomposan : penguraian bahan organik oleh sejumlah besar mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil akhir berupa humus.
  2. Mikroorganisme : anggota paling kecil dan paling sederhana dari dunia tanaman dan hewan
  3. Mikroorganisme mengambil air dan oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik ® melepaskan karbon dioksida, air dan energi ® berkembang biak ® mati.

Sebagian energi yang dilepaskan tersebut, digunakan untuk pertumbuhan dan gerakan, sisanya dibebaskan sebagai panas. Akibatnya setumpuk bahan kompos melewati tahap-tahap penghangatan, suhu puncak, pendinginan dan pematangan.

  1. Bahan limbah biasanya mengandung mikroorganisme yang mampu melakukan proses pengomposan.
  2. Selain oksigen dari udara dan air, mikroorganisme memerlukan pasokan makanan yang mengandung karbon dan unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan dan reproduksi. Kebutuhan ini tersedia dalam bahan limbah.
  3. Penguraian bahan organik pada saat pengomposan merupakan situasi yang terus berubah, suhu, pH dan ketersediaan makanan yang bervariasi.
  4. Pada saat pengomposan spesies organisme dan jumlahnya juga berubah.
  5. Faktor-faktor yang penting dalam pembuatan kompos adalah ukuran partikel bahan, perbandingan C/N, kelembaban, aerasi, suhu, macam atau jenis campuran bahan, macam dan kemampuan jasad renik yang terlibat.
  6. Semakin kecil ukuran partikel bahan organik, semakin besar pula luas permukaan yang tersedia untuk dikerjakan oleh mikroorganisme. Partikel yang amat kecil mengumpul dengan ketat sehingga ruang antara partikel menjadi kecil dan sempit, ini mencegah gerakan udara kedalam tumpukan kompos dan gerakan karbondioksida keluar tumpukan.
  7. Jika ukuran partikel amat besar, luas permukaan untuk operasi amat kurang, reaksi kemudian akan berjalan lambat atau bahkan terhenti sama sekali.
  8. Nitrogen merupakan unsur hara yang paling penting, jika tersedia cukup nitrogen dalam bahan organik awal, kebanyakan unsur hara yang lainnya akan tersedia pula dalam jumlah yang cukup.
  9. Perbandingan C/N dalam campuran pertama berkisar antara 25 – 35. Jika perbandingan jauh lebih tinggi, prosesnya akan memakan waktu yang lama sebelum karbon dioksidasi menjadi karbondioksida. Jika lebih kecil nitrogen yang merupakan komponen penting dari kompos akhir akan dibebaskan sebagai amonia.
  10. Cara yang paling sederhana untuk menyesuaikan perbandingan C/N adalah dengan mencampur berbagai bahan dengan kadar nitrogen tinggi dan karbon rendah.
  11. Nitrogen juga dapat ditambahkan dalam bentuk pupuk organik (makanan, tulang, tanduk, kuku, ampas minyak dan darah kering) atau pupuk anorganik (urea dan amonium nitrat).
  12. Fosfor merupakan unsur hara yang kurang penting dalam pengompoasan, tapi kadang sengaja ditambahkan. Hilangnya nitrogen sebagai amonia dari tumpukan kompos dapat dikurangi sebagian dengan penambahan bahan yang mengandung fosfor. Fosfat batu diubah dari bentuk tidak larut air menjadi bentuk yang lebih dapat digunakan untuk tanaman.
  13. Untuk memaksimalkan kandungan unsur hara dari kompos yang dihasilkan diperlukan pengurangan peluruhan berat dari tumpukan dengan melindunginya dari hujan deras dan kepenuhan air.
  14. Pada kandungan air dibawah 30%, reaksi biologis dalam tumpukan kompos menjadi lambat. Pada kadar air yang terlalu tinggi ruang antara partikel dari bahan menjadi penuh air sehingga mencegah gerakan udara dalam tumpukan.
  15. Kandunga air optimum dari bahan kompos adalah 50 – 60%, tergantung dari kekuatan basah struktural bahan.
  16. Jumlah udara yang cukup kesemua bagian tumpukan kompos diperlukan untuk memasok oksigen pada organisme dan mengeluarkan karbondioksida yang dihasilkan.
  17. Tidak adanya udara (anaerobik) akan menimbulkan perkembangbiakan berbagai macam organisme yang menyebabkan pengawetan keasaman atau pembusukan tumpukan yang menimbulkan bau busuk.
  18. Aerasi diperoleh melalui gerakan alami dari udara ke tumpukan dengan membolak-balikan bahan secara berkala.
  19. Ketika bahan organik dikumpulkan menjadi satu untuk pengomposan sebagian energi yang dilepaskan oleh penguraian bahan dibebaskan sebagai panas, hal ini menyebabkan kenaikan suhu.
  20. Pada awal proses bahan berada pada suhu sekeliling. Pada tahap awal organisme yang ada pada bahan berkembang biak dengan cepat dan suhu naik, pada saat ini semua senyawa amat reaktif seperti gula, tepung dan lemak diuraikan. Ketika suhu mencapai enam puluh derajat selsius jamur berhenti bekerja dan penguraian diteruskan oleh actinomicetes dan galur bakteri pembentuk spora, penguraian menjadi lambat dan suhu puncak tercapai. Ketika bahan kompos sudah melewati suhu puncak, tumpukan mencapai stabilitas dimana bahan yang mudah diubah telah diuraikan dan kebanyakan kebutuhan oksigen yang tinggi telah terpenuhi. Bahan tidak lagi menarik bagi cacing dan lalat serta tidak menimbulkan bau busuk.
  21. Pada saat pendinginan, jerami dan tangkai membusuk terutama oleh jamur. Hal ini disebabkan begitu suhu turun kurang dari 60 derajat selsius jamur menyerang kembali daerah tumpukan yang lebih dingin dan menyerang senyawa yang kurang reaktif seperti hemiselulosa dan selulosa, menguraikannya menjadi senyawa gula yang lebih sederhana yang tersedia bagi mikroorganisme lain.
  22. Proses selanjutnya memasuki tahap pematangan dengan jumlah penguraian yang rendah dan panas yang dilepaskan kecil.
  23. Sebelum pematangan, tumpukan kompos yang dibulak-balik terjadi peningkatan suhu yang timbul dari kerja mikroorganisme yang meningkat.
  24. Suhu 55-65 derajat selsius dipertahankan selama 3 hari untuk membunuh hapir seluruh gulma dan patogen. Tidak ada bakteri penyakit pada kompos yang dibuat secara sempurna.
  25. Pengomposan timbul dari kegiatan mikroorganisme, karena itu diharapkan bahwa proses pengomposan akan lebih baik dengan penambahan inokulan dari kultur khusus.

Contoh-Contoh Penghitungan Penggunaan Kompos Untuk Tanaman

  1. KEBUTUHAN KOMPOS UNTUK TANAMAN CABE KERITING

Ø Dosis yang dianjurkan : 250 kg Urea/ ha

Ø Urea mengandung : 45 % Nitrogen

Ø Kebutuhan Nitrogen/ ha : 250 x 45 kg = 112,5 kg

100

Ø Kompos mengandung : 0,97 % Nitrogen

Ø Kebutuhan kompos/ha : 100 x 112,5 kg = 11597,9 kg/ ha

0,97

= 11,598 ton

Ø Jarak tanam cabe keriting : 60 x 50 cm

Ø Populasi / ha : 10.000 = 33.333 tanaman

0,6x 0,5

Ø Kebutuhan kompos/ tanaman : 11597,9 = 0,347 kg

33.333

= 0,35 kg = 350 gram

  1. KEBUTUHAN KOMPOS UNTUK CABE BESAR

Ø Dosis yang dianjurkan : 275 kg Urea/ ha

Ø Kebutuhan Nitrogen : 275 x 45 = 123,75 kg/ha

100

Ø Kompos mengandung : 0,97 % Nitrogen

Ø Kebutuhan kompos/ ha : 100 x 123,75 kg = 12757,7 kg

0,97

= 12,758 ton

Ø Jarak tanam : 60 x 70 cm

Ø Populasi/ ha : 10.000 = 41.666 tanaman

0,6 x 0,4

Ø Kebutuhan kompos/ tanaman : 12757,7 = 0,306 kg

41.666

= 306 gram

  1. KEBUTUHAN KOMPOS UNTUK TANAMAN CABE KERITING

(Apabila kandungan nitrogen dalam kompos 1 dan 2%)

Ø Dosis yang dianjurkan : 250 kg Urea/ ha

Ø Urea mengandung : 45 % Nitrogen

Ø Kebutuhan Nitrogen/ ha : 250 x 45 kg = 112,5 kg

100

Ø Kompos mengandung : a.1% nitrogen

Ø b.2 % nitrogen

Ø Kebutuhan kompos/ha : a. 100 x 112,5 kg = 11250 kg/ ha

1

= 11,250 ton/ha

b.5625 kg/ha= 5.625 ton/ha

Ø Jarak tanam cabe keriting : 60 x 50 cm

Ø Populasi / ha : 10.000 = 33.333 tanaman

0,6x 0,5

Ø Kebutuhan kompos/ tanaman : a. 11250 = 0,338 kg/tanaman

33.333

= 338 gram/tanaman

b.5625 = 0,169 g/tanaman

=169 g/tanaman

33.333